A.Pengertian
Ekstradisidan Sejarah Ekstradisi
Ekstradisiberasal dari
kata latin“axtradere”(extradition =Inggris) yangberartiexadalah
keluar, sedangkantradere berarti memberikan yang maksudnyaialah
menyerahkan.Istilah ekstradisiini lebih dikenal atau biasanya digunakan
terutama dalampenyerahan pelaku kejahatan dari suatu negara
kepadanegarapeminta.
Menurut I Wayan
Parthiana, SH, “Ekstradisi adalah Penyerahanyangdilakukan secara
formal baik berdasarkan perjanjian ekstradisiyang diadakan sebelumnya atau
berdasarkan prinsip timbalbalik, atas seseorang yang tertuduh(terdakwa) atau
atas seorang yang telah dijatuhi hukuman atas kejahatanyangdilakukannya
(terhukum, terpidana) olehnegaratempatnya melarikan diri atauberada atau
bersembunyi kepada negara yang memilikiyurisdiksi untuk mengadiliatau
menghukumnya atas permintaan darinegara tersebut, dengan tujuan untukmengadili
atau melaksanakan hukumannya.”
M. Budiarto, mengatakan
bahwa secara umum ekstradisi dapat diartikan suatu proses penyerahan tersangkan
atau terpidana karena telahmelakukan suatu kejahatanyang dilakukan secara
formal oleh suatu negara kepadanegara lainyangberwenang memeriksa danmengadili
pelaku kejahatan tersebut.
Sedangkan
sarjana-sarjanaasing yang memberikan definisi ialah:
L. Oppenheimmenyatakan:
“Extradition is the
delivery of an accused or confited individual to thestateon whose teritory he
is alleged to have committed, or to have been convicted of a crime bythe state
on whose territory the alleged criminal happens for the time to be”.
Yang
artinyaialah;ekstradisi adalah penyerahanseorang tertuduh oleh suatu negara
diwilayahmana ia suatu waktu berada, kepada negara dimana
iadisangkamelakukanatau telahmelakukan atau telah dihukum karena perbuatan
kejahatan.
J. G. Starkememberikan
pengertian sebagaiberikut:
“The term extradition
denotes the processwhereby under treaty or upon abasis of reciprocity one
statesurrenders to another state at its request a personaccused or convicted of
a criminal offence comitted againts the law of therequesting state competent to
try alleged offender”.
Artinyaialah penyerahan
(Ekstradisi)menunjukkan suatu proses dimanasuatu negara menyerahkan atas
permintaan negara lainnya, seorang dituduh karena kriminalyang dilakukannya
terhadap undang-undang negara pemohon yang berwenang untuk mengadili pelaku
kejahatan tersebut. Biasanya kejahatan yang berwenang untuk mengadili penjahat
tersebutyang dilakukannya dalamwilayah yang diserahkan.
Pada umumnya, ekstradisi
adalah merupakan sebagai tujuan politik dan merupakan sarana untuk mencapai
tujuan kekuasaan, namun pada saat ini ekstradisi dipraktekkan guna menembus
batas wilayah negara dalam arti agar hukum pidana nasional dapat diterapkan
terhadap para penjahat yang melarikan diri ke negara lain atau agar keputusan
pengadilan terhadap seorang penjahat yang melarikan diri ke luar negeri dapat
dilaksanakan. Secara umum permintaan ekstradisi didasarkan pada
perundang-undangan nasional, perjanjian ekstradisi, perluasan konvensi dan tata
krama internasional. Tetapi bila terjadi permintaan ekstradisi diluar
aturan-aturan tersebut, maka ekstradisi dapat dilakukan atas dasar hubungan
baik antara suatu negara dengan negara lain, baik untuk kepentingan timbal
balik maupun sepihak. Praktek ekstradisi yang didasarkan tata cara tersebut
disebut ”Handing Over” atau Disguished Extradition” (ekstradisi
terselubung).
Handing Over atau
Disguished Extradition diartikan sebagai penyerahan pelaku kejahatan
dengan cara terselubung atau dengan kata lain penyerahan pelaku kejahatan yang
tidak sepenuhnya sesuai dengan proses dan prosedur ekstradisi sebagaimana
ditentukan dalam pengaturannya diekstradisi.
Dalam memberikan
definisi mengenai ekstradisi ini penulis hanya mengemukakan beberapa pendapat
dari para sarjana, namun tidaklah berarti sarjana-sarjana termuka lainnya tidak
memberikan definisi. Akan tetapi masih banyak lagi sarjana-sarjana yang
memberikan batasan-batasan.
Ekstradisi pertama
sekali dikenal yakni dengan adanya perjanjian yang dibuat secara tertulis pada
tahun 1979 sebelum Masehi antara Ramses II dari Mesir dengan Hattusili dari
Kheta. Perjanjian bantuan timbal-balik termasuk juga
Universitas Sumatera
Utara
kerja sama dalam
menghadapi musuh-musuh dalam negeri yang harus diserahkan kepadanegara asal
kalau pelaku kejahatan berlindung pada raja dannegara lain.Dengan dibuatnya
perjanjian antara kedua negara tersebut menandakan adanyatahap-tahap permulaan
darilahirnya perjanjian ekstardisi.Akan tetapi suatu halyang merupakan ciriistimewa
dalam perjanjian yang dibuat padatahun 1279sebelumMasehiini adalah adanya
ketentuanbahwa orang yang akan diserahkan tidak dijatuhihukuman.
Kemajuan-kemajuan
dalamilmu pengetahuan dan teknologi disertaidengan berkembangnya
pemikiran-pemikiran yang baru dalam bidang politik,ketatanegaraan dan
kemanusiaan turut pulamemberikan dorongan terhadapperkembanganlembaga
ekstradisi dalam konteks hukuminternasional. Memangkita akuibahwa kemajuanilmu
pengetahuan pada satu sisidapat meningkatkan kesejahteraanhidup umatmanusia,
namun padasisi lain timbul pula efek-efeknegatifnya. Misalnya timbulnya
kejahatan-kejahatan dalambidang keuangan,perbankan, kejahatan komputer
danlain-lain yang dapatmenimbulkan akibatyang cukup meresahkanmasyarakat tidak
saja padasatu negara tetapijugaberpengaruh padanegara-negara lain. Dengan
demikian untuk mengantisipasikejahatan-kejahatanyang berkembang tersebut sangat
diperlukan adanya kerjasama antara negara-negara dalammenanggulanginya. Halini
dapat diwujudkan misalnya, denganmenangkap pelaku kejahatanyang melarikan diri
dan menyerahkannyakepada negara yang mempunyai yurisdiksiuntuk mengadilidan
menghukumnya atas permintaan darinegara tersebut. Dengan demikian kita dapat melihat
bahwa ekstradisi adalah merupakan sarana yang ampuh untuk memberantas
kejahatan.
Memang
kita akui bahwa lembaga ekstradisi adalah lembaga atau sarana yang ampuh untuk
dapat memberantas kejahatan. Hal ini hanya dapat diwujudkan jika terdapat
hubungan yang baik antara negara-negara didunia, sehingga dapat lebih
memudahkan dan mempercepat peneyerahan penjahat pelarian. Namun bukanlah tidak
mungkin yang terjadi adalah sebaliknya, dimana antara negara sipelaku kejahatan
dengan negara dimana ia melarikan diri saling bermusuhan, sehingga sangat sulit
untuk saling menyerahkan penjahat pelarian. Bahkan masing-masing pihak akan
membiarkan wilayahnya dijadikan sebagai tempat pelarian dan mencari
perlindungan bagi penjahat-penjahat dari negara musuhnya. Dengan demikian
kesediaan menyerahkan penjahat pelarian bukanlah didasarkan bahwa orang yang
bersangkutan patut diadili dan dihukum. Demikian pula memberikan perlindungan kepada
seseorang atau beberapa orang yang bersangkutan patut untuk dilindungi. Apabila
hubungan kedua negara yang semula bersahabat berubah menjadi bermusuhan, maka
kerja sama saling menyerahkan penjahat pelarian bisa berubah menjadi saling
melindungi penjahat tersebut, Demikian pula sebaliknya. Disamping itu pula
praktek-pratek penyerahan penjahat pelarian belum didasarkan atas keinginan
untuk kerja sama dalam mencegah dan memberantas kejahatan. Dalam merumuskan dan
membuat perjanjian-perjanjian ekstradisi, negara-negara yang bersangkutan perlu
memperhatikan beberapa aspek, baik aspek pemberantasan kejahatan dimana
individu sipelaku kejahatan tetap diberikan hak dan kewajiban.
Dengan
demikian perjanjian-perjanjian ekstradisi dalamisi dan bentuknya yang modern
memberikan jaminankesimbanganantaratujuan memberantas kejahatan dan
penghormatanhak-hak azasi manusia. Apalagi masalah hak azasimanusia
adalahmerupakan masalahyang cukup actual dibicarakan didunia. Prinsip tidak
menyerahkanpelaku kejahatan politik adalah merupakan wujud dari pengakuanhak
azasimanusia untuk menganut keyakinan politik atau hak politik seseorang. Pada
masasekarang ini,didalam pelaksanaannya negara-negara dalammelakukan penyerahan
penjahat pelarian tidak harus tergantung kepada adanyaperjanjian antara
negara-negara tersebut. Bisa saja antara kedua negara tersebuttidak mempunyai
perjanjian ekstradisi,namun mereka menyerahkan penjahat-penjahat pelarian untuk
diadili,meskipun bukti-bukti untuk menguatkan dugaan tentang kejahatanbelum
dapat ditunjukkan. Halini umumnya terjadi diantara negara-negara yang mempunyai
hubungan yang baik. Dengan demikian tidaklah berartibahwa adanya
perjanjianmerupakan persyaratanyang mutlak dalammelaksanakan penyerahan
penjahattersebut.
Agar dapat dimengerti
dan dipahami lebih dalam mengenai ekstradisi,maka haruslahdiketahui hal-hal
pokok-pokok atau unsur-unsur dari ekstradisiitusendiri. MenurutI Wayan
Parthiana, SH ada beberapa unsur dari ekstradisiyakni:
1.Unsur Subjek.
Yang dimaksud dengan unsur
Subjek adalahnegara. Dalamhalini ada 2(dua) negara yang
terkaityakni:Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
- Negara yang memiliki yurisdiksiuntuk mengadiliatau menghukum sipelaku kejahatan.
- Negara tempat pelaku kejahatan (tersangka, tertuduh,terdakwa) atau siterhukumitu berada atau bersembunyi.
Negara yang memiliki
yurisdiksi untuk mengadili atau menghukum ini sangat berkepentingan untuk
mendapatkan kembali orang tersebut untuk diadiliatau dihukum atas kejahatanyang
telah dilakukannyaitu. Biasanyanegarayangmemilikiyurisdiksi untuk
menghukuminilebih dari satu. Untuk mendapatkan kembali orang yang bersangkutan,
negara atau negara-negara tersebut mengajukan permintaan kepadanegara
tempatorang itu berada atau bersembunyi. Negara inidisebut negara peminta (the
resqusthing state).
Negara tempat pelaku
kejahatanberada atau bersembunyi diminta oleh negara yang memilikiyurisdiksi
untuk mengadili supayamenyerahkan orangyang berada dalam wilayahnyaitu
(tersangka,terhukum)yang dengan singkatdisebut negara diminta (the
resquithing State).
2.Unsur Objek.
Unsur objek yang
dimaksud adalahsipelakuitu sendiri (tersangka,tertuduh,terhukum)yang diminta
olehnegara peminta kepadanegara dimintasupaya diserahkan. Dengan perkataan lain
disebut sebagai“orangyang diminta”.Walaupun sebagai objek namun
sebagaimanusiadiaharus diperlakukan sebagaisubjek hukum dengan segalahak dan
kewajibannyayang azasi,yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun.Universitas
Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
3.Unsur Tata cara dan
Prosedur.
Maksud dari pada unsur
tata cara atau prosedur yaknibagaimana tata cara untuk mengajukan permintaan
penyerahanmaupun tata cara untuk menyerahkan atau menolak penyerahan itu
sendiri serta segalahalyang adahubungannyadengan itu. Penyerahanhanya dapat
dilakukan apabila diajukan permintaan untuk menyerahkan olehnegara peminta
kepada negara diminta. Permintaanitu haruslah didasarkan pada perjanjian
ekstradisiyang telah ada sebelumnya antara keduabelah pihak atau apabila
perjanjianitu belum adajugabisa didasarkan pada azastimbalbalik yang telah
disepakati.Kalau tidak ada permintaan untukmenyerahkan darinegara
peminta,makasitersangka tidak boleh ditangkap ataudiserahkan.Kecuali
penangkapan atau penahanan itu didasarkan atas adanyayurisdiksinegara tersebut
atau orang yang kejahatannya sendiriatau ataskejahatanlain yang dilakukan orang
itu sendiri harus diajukan secaraformalkepadanegarayang bersangkutansesuai
denganprosedur yang telah ditentukan atau menurut hukum kebiasaninternasional.
4.Unsur Tujuan
Sedangkan yang dimaksud
dengan unsur tujuanadalah untuk tujuan apaorang yangbersangkutan dimintakan
penyerahan atau diserahkan. Hal initentunyamelihat kepada bentuk kejahatanyang
telahmelakukansuatu kejahatan yangmenjadiyurisdiksinegara atau negara diminta.
Penyerahan atau ekstradisiyang dimaksudkan ialah untuk mengadilipelaku
kejahatan tersebut dan menjatuhkan hukuman apabila terbuktibersalah dan
agarsipelaku kejahatan
menjalani hukuman yang
telah dijatuhkan kepadanya yang telah mempunyai kekuatan hukum dinegara yang
berwenang mengadilinya. Namun satu hal yang lebih penting bukan hanya menyeret
pelaku kejahatan kedepan pengadilan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya
secara hukum, tetapi lebih jauh lagi sebagai upaya mencegah makin meluasnya
tindakan serupa yang akan mengancam keamanan dan ketertiban serta keselamatan
internasional yang sudah menjadi tanggung jawab dari seluruh negara-negara
didunia ini.
B. Ruang Lingkup
Ekstradisi
Pada masa sekarang ini,
akibat dari kemajuan teknologi yang semakin canggih khususnya dibidang
komunikasi dan kedirgantaraan, maka jarak antara satu negara dengan negara lain
dapat ditempuh dengan waktu yang singkat. Disatu sisi kemajuan ini tentunya
berdampak positif terhadap proses percepatan pembangunan diseluruh dunia tetapi
disisi lain hal ini sangat berpengaruh pula terhadap kecanggihan-kecanggihan
baik dari bentuk-bentuk kejahatan maupun pelaku-pelaku kejahatan dalam
menghindari tuntutan yang akan dijatuhkan terhadapnya.
Seorang pelaku
kejahatan tentunya dengan mudah untuk mudah melarikan diri ke negara lain untuk
menghindari tuntutan dan ancaman yang akan dijatuhkan terhadapnya. Jika hal ini
terjadi, maka telah terlibatlah kepentingan dua negara bahkan lebih.
Agar orang yang telah
melakukan kejahatan disuatu negara dimana ia telah melarikan diri ke negara
lain dapat dihukum, maka negara tempat ia melakukan kejahatan tersebut tidak
dengan mudah menghukum dan menangkapnya dinegara
lain, karena hal ini
telah melanggar kedaulatan di wilayah negara lain. Ini hanya dapat dilakukan
dengan persetujuan dari negara dimana sipelaku tersebut berada. Jika dilakukan
tanpa adanya persetujuan dari negara tersebut maka hal ini telah dipandang
sebagai intervensi atau campur tangan yang dilarang menurut hukum
internasional.
Cara yang legal untuk
dapat mengadili dan menghukum sipelaku kejahatan itu ialah dengan meminta
kepada negara tempat sipelaku kejahatan itu berada, supaya menangkap dan
menyerahkan orang tersebut. Sedangkan negara tempat sipelaku kejahatan berada,
setelah menerima permintaan untuk menyerahkan itu dapat menyerahkan sipelaku
kejahatan tersebut kepada negara atau salah satu negara yang mengajukan
permintaan penyerahan tersebut. Cara atau prosedur semacam ini telah diakui dan
merupakan prosedur yang telah umum dianut baik dalam hukum internasional maupun
dalam hukum nasional yang lebih dikenal dengan ekstradisi.
Hal ini tentunya dapat
berjalan dengan lancar jika hubungan antara negara yang meminta penyerahan
dengan negara yang diminta penyerahannya berjalan dengan lancar pula. Secara
teoritis kelihatannya ekstradisi ini mudah untuk dilaksanakan, namun dalam
pelaksanaannya ditemui banyak kesulitan-kesulitan. Apabila dalam pelaksanaan
ekstradisi ini tidak ada satu patokan apakah harus ada perjanjian antara
negara-negara tersebutnya sebelumnya atau tidak.
Oleh karena itulah kita
harus melihat ekstradisi ini dari lingkup yang lebih luas, baik dalam konteks
hukum internasional maupun dalam konteks hukum nasional.
Dalam hukum
internasional,sampaisaat ini belummengenal adanya suatu perjanjian
internasional multilateral(International Convention) yang mengatur lembaga
ekstradisi secara umum atauuniversal. Yang ada dikalangan masyarakat internasional
(International Community) kebanyakan ialah perjanjian bilateral ekstradisi
dan sejumlah kecil perjanjian multilateral yang sifatnya kerja samaregional
dibidang ekstradisi,misalnya: The Arab LeageExtradition Agreement Tahun
1952.The Inter America Convention Extradition.European Extradition
Convention, danlain-lain.
Memang diakui, agar
ekstradisimudah dilakukan maka keberadaan perjanjianinternasional tentang
ekstradisi sebelumnya akan sangat diperluka.Dengan demikian penyerahanseorang
dapat dilakukan denganmengikutiketentuanyang telah diletakkan dengan pasti
dalam perjanjian tersebut. Walaudemikian, tanpa adanya perjanjian ekstradisi
penyerahanseseorang yang dituduh melakukan kejahatan dapat dilakukanmenurut
hukum kebiasaaninternasional.
Ekstradisi yang
dimintakan bukan berdasarkan suatu perjanjian internasional (karena adanya
traktat) biasanya sering menimbulkan masalah. Halini disebabkan tidak adanya
dasarhukumyang pastiyang dapat digunakan sebagailandasan untuk menyerahkan
seseorang. Dalam keadaan demikianituumumnya penyerahanseseorang yang tertuduh
melakukan kejahatan dilakukan dengan cara permintaan secara sopan santun internasional
(internationalcourtesty),perlakuan timbalbalik (reciprocity),juga
berupakemurahan hati(exgratia).Universitas Sumatera Utara
Ekstradisi tumbuh dan
berkembang dari praktek negara-negara yang lama kelamaan bekembang menjadi
hukum kebiasaan. Negara-negara mulai merumuskannya didalam perjanjian-perjanjian
ekstradisi baik yang bilateral, multilateral, ataupun multilateral regional.
Disamping menambahkan ketentuan-ketentuan baru sesuai dengan kesepakatan para
pihak.
Beberapa konvensi
internasional yang dapat dijadikan dasar hukum sebagai pelaku kejahatan menurut
ketentuan tentang ekstradisi sebenarnya juga sudah ada sebelumya, misalnya
kejahatan penerbangan yang telah diatur dalam konvensi Tokyo 1963, konvensi Den
Haag 1970, konvensi Montreal 1971, konvensi Tentang Obat Bius 1971, dan lain-lain.
Disamping melihatnya
dari aspek hukum internasional, ekstradisi juga harus dilihat dari aspek hukum
nasional, karena tidaklah mungkin pembahasan ekstradisi dapat dipecahkan jika
hanya ditinjau dari sisi hukum internasional saja. Hal ini disebabkan karena
adanya hal-hal yang tidak diatur atau dirumuskan sepenuhnya dalam
perjanjian-perjanjian ekstradisi, terutama hal-hal yang merupakan masalah dalam
negeri masing-masing negara yang bersangkutan. Dalam hal seperti inilah
perjanjian-perjanjian ekstradisi menunjukkan kepada hukum nasional
masing-masing pihak untuk menentukannya dan pengaturannya secara lebih
mendetail. Misalnya tentang penangkapan dan penahanan orang yang diminta,
keputusan tentang penentuan kejahatannya apakah termasuk kejahatan politik atau
tidak, tentang lembaga atau instansi yang berwenang untuk memutuskan apakah
permintaan akan diterima atau ditolak dan lain-lain sebagainya. Namun bukan
hukum nasional yang sudah ada itu sendiri masih
belum dapat menjawab semua
masalah yang timbul bertalian dengan ekstradisi ini. Oleh karena negara-negara
juga memandang perlu memiliki sebuah undang-undang nasional yang secara khusus
mengatur mengenai tentang ekstradisi. Disamping itu, mengadakan
perjanjian-perjanjian ekstradisi dengan negara-negara lain.
Perjanjian-perjanjian
yang telah lebih dahulu diadakan, akan merupakan pembatasan-pembatasan yang
harus diperhatikan oleh negara yang bersangkutan apabila kemudian hendak
membuat undang-undang ekstradisi nasional. Hal ini dimaksudkan supaya tidak
timbul pertentangan antara ketentuan-ketentuan dalam perjanjian ekstradisi
dengan terdapat didalam perundang-undangan ekstradisi itu sendiri.
Hukum internasional
pada prinsipnya tidak membenarkan suatu negara melalaikan kewajiban-kewajiban
yang ditentukan dalam hukum internasional berdasarkan alasan-alasan yang
merupakan masalah dalam negeri dari negara yang bersangkutan.
C. Prosedur Dalam
Pelaksanaan Ekstradisi
Yang dimaksud dengan
prosedur disini ialah tata cara untuk mengajukan permintaan penyerahan maupun
tata cara untuk menyerahkan atau menolak penyerahan itu sendiri dengan segala
hal yang ada hubungannya dengan itu.
Penyerahan hanya dapat
dilakukan apabila sebelumnya ada diajukan permintaan untuk menyerahkan oleh
negara peminta kepada negara diminta. Penyerahan dan permintaan itu haruslah
didasarkan pada perjanjian ekstradisi yang telah ada sebelumnya antara
masing-masing kedua belah pihak. Apabila
perjanjianitu tidak
ada,jugabisa didasarkan pada azas timbalbalikyang telah disepakati. Jadi bila
sebelumnya tidak ada permintaan untuk menyerahkandari negara peminta, orang
yangbersangkutan tidak boleh ditangkap, atau ditahan ataupun diserahkan.
Kecuali penangkapan dan penahananitu didasarkan adanyayurisdiksinegara tersebut
atas orang dan kejahatannya sendiri atau atas kejahatan lainyang dilakukan
orang itu dalam wilayah negara tersebut.
Permintaanuntuk
menyerahkan itu haruslah diajukan secara formalkepada negara diminta sesuai
dengan proseduryang telah ditentukan dalamperjanjian ekstradisi atau hukum
kebiasaaninternasional.Jika permintaanuntuk menyerahkantersebuttidak diajukan
secara formal melainkan hanya informal saja misalnya hanya dikemukakan secara
lisan oleh wakilnegara peminta kepadawakilnegara diminta yang kebetulanbertemu
dalam suatu pertemuan ataupun dalam konferensiinternasional. Halitu tidak dapat
dianggap sebagai permintaan untuk menyerahkan dalam pengertian dan ruang
lingkup ekstradisi. Tetapibarulah merupakan tahap penjajakan saja.
Sebelum permohonan
ekstradisi diajukanmelalui saluran dipomatik, harusada dua faktor yang harus
dipenuhi terlebih dahulu, yaitu:
1.Adanya
orang yang harus diserahkan (extraditiable person)
Dalam praktek
ekstradisi umumnya terdapat keseragamanantara negara-negara, yaitu bahwa negara
peminta lazimnya memperoleh orang yang diminta,bila orang itu warganegara dari
peminta atau warga negara suatu negara ketiga,dimana adanya perjanjian
sebelumnya. Tetapi kebanyakannegara yang diminta
biasanyamenolak untuk
menyerahkan warganegaranyasendiri untuk diserahkan kepada negara lain. Dengan
perkataanlain warga negara yang telahmelakukan kejahatan akan diserahkan
kembali kenegara asalnya(non extradition ofnationals).
2.Kejahatan yang dapat
diserahkan(extraditiable offence)Kejahatanyang dapat diserahkan pada
umumnya atas kesepakatan dari
negarayang melaksanakan
perjanjian tersebut dengan pengecualian yaitu:
a)Kejahatan politik.
b)Kajahatan militer.
c)Kejahatan agama.
Dalam praktek
negara-negara dewasa ini, dalammenetapkan kejahatan-kejahatan apayang dapat
diserahkan, dipergunakansalah satu dari tiga sistem,yaitu:
1)Sistem Enumeratifatau
sistem daftar(list system) yaitu sistem yang
memuat dalam perjanjian
suatu daftaryangmencantumkansatu persatu
kejahatanmana yang
dapat diekstradisi.
2)SistemEliminatif,
yaitu sistemyang hanyamenggunakanmaksimumhukuman atau minimum hukuman sebagai
ukuranuntuk menerapkan apakah suatu kejahatanmerupakan kejahatanyang dapat
diserahkan atau tidak, tanpamenyebutkan satu persatu nama delik yang
dapatdiekstradisi.
3)Sistem campuran yang
merupakan kombinasi sistemenumeratifdan
sistem eliminatif,mencantumkan
juga kejahatan dengan minimum atau
maksimum hukummanyang
dapat diekstradisi.
Dengan demikian
dapatlah disimpulkanbahwa untuk melaksanakan ekstradisiiniharuslah dilihat
kepada perjanjianyang telah disepakati sebelumnya,sedangkanjika tidak ada
perjanjian ekstradisisebelumnyaharusmenuruti prinsiptimbal balik yang
disepakati.
D. Azas-azas Yang
Terdapat Dalam Ekstradisi
Azas-azas atau
dasar-dasaryang dipakai dalam ekstradisi,apakahitumerupakan perjanjian
ekstradisibilateral atau multilateralmaupun dalam undang-undang nasional suatu
negara megenaiekstradisi pada pokoknya adalah sama.Dasar-dasaryang sama
tersebutterus diikuti olehnegara-negara yang membuatperjanjianekstradisi maupun
yang merumuskan peraturan ekstradisi dalamperundang-perundangan.
Dengan demkian
azas-azasyang sama ini telah dapat diterima dan diikutisebagai azas-azas yang
melandasi ekstradisi.Adapunazas-azas tersebut ialah:
1.AzasKejahatan
Ganda (Double Criminality).
Azas inimerupakan
azasyang memandang bahwa penyerahan pelakukejahatanhanya dapat dilakukan
apabila kejahatanyang dilakukan oleh orangtersebut juga diyakini dan diterima
sebagaisuatu kejahatanyang terhadapnyaharus dijatuhihukuman baik olehnegara
pemintamaupunnegara diminta.Dengan demikian apabila negara dimintamemandang
bahwa permintaan darinegara peminta terhadap orang yang perbuatannya
bukanlahmerupakan perbuatan kejahatan
dinegara yang diminta makanegara tersebuttidak dapatmenyerahkan orang yang
diminta tersebut kepada negara peminta, karena halini akan melanggarazas
kejahatan gandayang telah diterimasebagaiazas utama dalam suatu perjanjian
ekstradisi yang telah dibuat sebelumnya. Dengan perkataanl ain bahwa penyerahan
pelaku kejahatan hanya dapat dilakukan apabila perbuatan orang tersebut
merupakan kejahatan yang diakui oleh kedua negara.
2.Azas
Kekhusussan atau Specially.
Azas ini
berhubungandenganazas yang pertama karena azas ini mengaturtentang penyerahan
atas tuduhan kejahatan yangdisebutkan dalam permintaan penyerahan pelaku
kejahatan.
Jika sipelaku kejahatan
tersebut hanya melakukan satu kejahatan saja dan sipelaku diminta untuk
diserahkan berdasarkan atas kejahatan tersebut tidaklah menjadi masalah.Namun
bagaimana jika sipelaku tersebut telah melakukan pembunuhan, sipelaku juga
melakukan kejahatan penipuan,pemalsuan matauangdan lain-lain yang kesemua jenis
kejahatan ini dapat dijadikan dasar untuk penyerahannya kepada negara peminta.
Untuk itulah harus
ditentukan secara khusus olehnegara peminta atasdasar kejahatan apasipelaku
tersebut diminta untuk diserahkan, sekalipun semuajenis kejahatanyang dilakukan
dapat dijadikan dasar untuk penyerahan tersebut.
Oleh karenaitu negara
peminta dalammengajukan permintaan penyerahan itu harus menegaskan untuk
kejahatan apa saja orang tersebut diminta penyerahannya.Kemudian negara diminta
mempertimbangkan apakah penyerahan dilakukan atau ditolak. Apabila negara
diminta berpendapat bahwa
sipelaku tersebut akan
diserahkan makanegaradiminta harus menegaskanpulauntuk kejahatan apa sipelaku
tersebut diserahkan. Dalam hal ini ada 2 (dua) kemungkinan yakni:
a)
Negara diminta menyerahkan sipelaku
tersebut berdasarkan semua kejahatanyang telah dituduhkan kepadanya.
b)
Negara diminta hanya menyerahkan
sipelaku berdasarkan beberapa atau sebagian perbuatan kejahatanyang dituduhkan
kepada pelaku tersebut:
Dalam hal
peradilannya,maka sipelaku hanya boleh dituntut oleh Negara peminta berdasarkan
jenis-jenis kejahatan untuk mana sipelaku tersebut diserahkan olehnegara
diminta. Diluar dari kejahatan tersebut sipelaku tidak dibenarkan untuk
dituntut. Hal ini penting karena tujuan ekstradisi itu sendiriadalah untuk
menjamin kepastian hukum terutama dalam kaitannya dengan kepastian hukumbagi
orang yang diminta.
3.Azas
Tidak Menyerahkan Pelaku Kejahatan Politik (Non Extradition ofPolitical
Criminal).
Kejahatan politik
mempunyai pengaturan tersendiri dalam perjanjian politik maupun
perundang-undanganmengenaiekstradisi. Terhadap kejahatan politik eratkaitannya
dengan pengakuan tentang hak-hak azasi manusia yangtertuang dalam deklarasi
tentang hak-hak azasi manusiayang dalam salah satuisinyaialah setiap orang
berhak mencari danmenikmati perlindungan politik darinegara lain.Meskipun Pasal
tersebut tidakmewajibkan suatu negara untuk memberikan perlindungan kepada
setiapindividu yang datang memintaUniversitas Sumatera UtaraUniversitas
Sumatera Utara
perlindungan kepadanya.21Dengan
demikiannegara peminta apabilamemandangbahwa kejahatan yang dilakukan oleh
sipelakuyang melarikan diri tersebutsebagaikejahatanpolitik, maka sebaiknya
tidak meminta kepada negara lain,karena besar kemungkinan permintaan tersebut
akan ditolak oleh negara diminta.Kalau persoalan hak azasi manusia menjadi
cukup kompleks aplikasinya,karenahak azasi manusia dimasuki unsur politik, dan
topik itu akanselalu menarik untuk dibicarakan sebahagian manusia baik oleh
negara-negara yang telah benar-benarmenghormati hak azasi manusia secara
formaldan materialataupun bagi negara-negara yangkurang menghormati.Bagi negara
yang sudah menghormati hak-hakazasimanusia akan dijadikan contoh kebaikannya,
dan yang sebaliknya dijadikan intropeksi baginegaranya.
4.Azas
Tidak MenyerahkanWarga Negara (Non Extradition Nationality).
Negara diminta
diberikan kekuasaan untuk tidak menyerahkan warga negaranya kepada negara
peminta sehubungan dengan kejahatanyangdilakukannya dinegara tersebut dengan
pertimbanganbahwa setiap negara wajibmelindungi warganegaranya, karena
dikhawatirkan apakahnegara peminta akan mengadilinya secara jujurdan adilserta
keobjektifannya sehingga warganegaratersebut betul-betulmemperoleh keadilanyang
sama dengan apabilaia diadilidinegaranya sendiri.
5.AzasNon Bis In
Idem.
Azasinimemberikan
kepastianhukumbagi pelaku kejahatan untuk tidak dihukum dua kali dengan
kejahatan yang sama. Suatu peristiwa pidana dapat saja melibatkan lebih satu
negara yang berhak atas yurisdiksi bagikejahatantersebut.Apabila pelaku
kejahatan telah dijatuhi hukumman dinegara dimanaia berada,makanegara peminta
tidak dapatmeminta penyerahan penjahat tersebut untuk diekstradisi karena kejahatanyang
sama yang baginya telah mempunyai kekuatan hukumyang pasti dinegara
diminta.Karena tujuan ekstradisi adalah memberantaskejahatan dengan kerja sama
tanpa mengesampingkan pelaku sebagai manusia dengan segala hak dan kewajibannya
yang harus dijamin dan dihormati.
6.Azas Kedaulatan.
Azas ini berbeda tetapi
mengandung makna yangsama, yaitu tidak akan melakukan penyerahan apabila
penuntutan atau pelaksanaanhukumman terhadapkejahatannyayang dijadikan dasar
untuk meminta penyerahan telah kadaluarsa menurut hukum dari salahsatu pihak.
Batasan waktu yang diberikansehubungan dengan ini bagi tiap-tiap perjanjian
berbeda. Suatu peristiwa dianggap kadaluarsaapabila telahlewat waktunyayang
seharusnyaberlaku. Peristiwa tersebutdibiarkan begitu saja sehingga dilupakan
orang seakan-akan tidak pernah terjadi.
7.AzasCapital
Punishment.
Yaitu suatu prinsip
yang menyatakan apabila negaramenuntut suatu ekstradisi atau kejahatan yang
diancam dengan hukumman mati makaekstradisidemikian tidak dapat diterima.
8.AzasLex
Loci Delictus.
Yakni suatu azas yang
menyatakan tempat dimana kejahatan terjadi akan mendapat prioritas utama bilamana
terdapat lebihdari satu negarayang menuntut
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
suatu ekstradisi.
Haliniberarti tuntutan ekstradisiyang diutamakan ialah tuntutan dari negara
diwilayah mana kejahatan itu dilakukan.
9.Azasyang menyatakan
prosedur penangkapan, penahanan dan penyerahan tunduk kepada hukumnasional
darinegaramasing-masing.
10.Azas yangmenyatakan
suatu permintaan ekstradisi dapat saja ditolak bilakejahatanyang dilakukan
seluruhnya atau sebagianberada dalamyurisdiksi dari negara yang diminta. Azas
ini tampaknya mempunyaikaitan dengan azas Lex Loci Delictusmengenai
tempat dimana kejahatan itu dilakukan. Jelasnya disinifaktortempat
sangatmempengaruhikemungkinan dapat tidaknya permintaanekstradisi suatu
negara dikabulkan.
11.Azas yang menyatakan
bila manaterjadiekstradisikenegara ketiga, makahanya dapat dilakukan denganizin
dari negara yang diminta.Dariberbagai azasyang mewarnai peraturanekstradisi,
dapat dilihat bahwa ekstradisi merupakan tindakan yang harus diambil dengan
penuh pertimbangan dan jaminan demi tercapainy atujuan ekstradisi itu sendiri
yaitu yakni memberantas kejahatan secara kerja sama untuk mewujudkan masyaraka tinternasional
yang aman, tertib, dan adil. Disamping itu azas-azasini telah mendapat
pengakuan darinegara-negara didunia dalam usaha untuk menjamin agar hak-hak
azasimanusia tidak dilanggar dalam pelaksanaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar