BAB
I
PENDAHULUAN
I.I
Latar Belakang Masalah
Beberapa waktu belakangan semenjak bergulirnya gelombang
reformasi, otonomi daerah menjadi salah satu topik sentral yang banyak
dibicarakan. Otonomi Daerah menjadi wacana dan bahan kajian dari berbagai
kalangan,baik pemerintah,lembaga perwakilan rakyat,kalangan akademisi, pelaku
ekonomi bahkan masayarakat awam.Semua pihak berbicara dan memberikan komentar
tentang otonomi daerah menurut pemahaman dan persepsinya masing-masing.
Otonomi
daerah sebenarnya bukanlah merupakan barang baru dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah di republik ini. Bahkan semenjak masa pemerintahan kolonial
Belanda sudah dikenal adanya otonomi daerah diantaranya sebagai diatur dalam
Wethoundende Decentralisatie van het Bestuur in Nederlandsch Indie yang lebih
dikenal dengan Decentralisatie Wet 1903.Kemudian semenjak berdirinya Negara
Kesatuan Republik Indonesia sampai sekarang telah banyak undang-undang yang
mengatur otonomi daerah tersebut, diantaranya ; UU 1/1945, UU 22/1948, UU NIT
44/1950, UU 1/1957, Penpres 6/1959, UU 18/1965, UU 5/1974, UU 22/1999,dan yang
terakhir UU 32/2004.
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi.
Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah kabupaten
dan daerah kota.
Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan
undang-undang.
Pemerintah Daerah dan DPRD adalah penyelenggara
pemerintahan daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah daerah
adalah Gubernur,
Bupati,
atau Walikota,
dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.Kritikan masyarakat terhadap organisasi
pemerintahan pada hakikatnya disebabkan oleh lambannya proses pengambilan keputusan
dan tidak berjalannya fungsi koordinasi.Perkembangan dalam masyarakat justru
sangat membutuhkan organisasi yang melaksanakan keputusan secara responsif,sedangkan
dalam organisasi sentralis asas kerja dalam pelaksanaan otonomi daerah masih
kurang responsif dalam pelaksanaannya.
Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai
Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dipilih
secara demokratis. Pemerintah daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan
sebagai urusan Pemerintah Pusat.
Susunan Pemerintah Daerah adalah unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang terdiri dari Gubernur,
Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah. Pemerintah
Daerah dapat berupa:
1.Pemerintah Daerah Provinsi (Pemprov) : yang terdiri atas Gubernur
dan Perangkat Daerah, yang meliputi Sekretariat Daerah, Dinas Daerah,
dan Lembaga Teknis Daerah
2.Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Pemkab/Pemkot) : yang terdiri atas Bupati/Walikota
dan Perangkat Daerah, yang meliputi Sekretariat Daerah, Dinas Daerah,
Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan,
dan Kelurahan.
Setiap daerah
dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Kepala
daerah untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati dan
untuk kota adalah walikota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala
daerah, untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil
bupati dan untuk kota disebut wakil walikota. Kepala dan wakil kepala daerah
memiliki tugas, wewenang dan kewajiban serta larangan.Kepala daerah juga
mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan
daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban
kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah
kepada masyarakat.
Gubernur yang
karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintah di wilayah
provinsi yang bersangkutan, dalam pengertian untuk menjembatani dan
memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk
dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan
pada strata pemerintahan kabupaten dan kota. Wakil pemerintah sebagaimana
dimaksud adalah perangkat pemerintah pusat dalam rangka dekonsentrasi.
I.II Rumusan Masalah
Dari
kajian diatas,dapat ditarik suatu permasalahan, yaitu :
1.Bagaimana
Konsep Otonomi Daerah menurut Undang – Undang No.32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah ?
2.Apa
saja Tugas dan Wewenang gubernur dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah ?
BAB
II
PEMBAHASAN
II.I
Konsep Otonomi Daerah Menurut UU
No.32/2004
Desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.Di Indonesia permasalahan
desentralisasi menyangkut dua masalah penting, yakni: Pertama, penyebaran dan
pelimpahan kekuasaan pemerintahan ke segenap daerah negara. Kedua, penyerasian
perbedaan-perbedaan yang ada diantara daerah-daerah, pemenuhan
aspirasi-aspirasi dan tuntutan daerah dalam kerangka negara kesatuan. Kedua
masalah itu akan berkembang sejalan dengan dinamika politik dan respon elit
terhadap desentralisasi. dimana UU No.32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa :
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Daerah Otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
undang -undang No. 32 Tahun 2004, dimana undang-undang ini menganut paham
pembagian urusan. Antara pembagian kewenangan dengan pembagian urusan jelas
terdapat perbedaan yang mendasar.Secara yuridis yang diartikan dengan
kewenangan adalah hak dan kekuasaan Pemerintah untuk menentukan atau mengambil
kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan (Peraturan Pemerintah No.25
Tahun 2000 pada pasal 1 angka 3).
Berdasarkan rambu-rambu
penyelenggaraan urusan pemerintahan di atas, maka sulit diingkari, bahwa
dibawah payung UU No.32 Tahun 2004 Pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan
urusan pemerintahan sesungguhnya tidak lagi otonom sebagaimana layaknya dibawah
UU No.22 Tahun 1999, melainkan otonomi terkontrol.Ini terutama dikarenakan
penyelenggaraan urusan pemerintahan merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan
antara Pemerintah dan Pemerintah daerah propvinsi, Kabupaten dan Kota atau
antar pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai
suatu sistem pemerintahan.
Dari sisi ini, otonomi seluas-luasnya yang
dianut ternyata adalah otonomi yang tidak luas dalam perspektif tumbuhnya
prakarsa dan inisiatif daerah sendiri. Kebijakan daerah tidak lagi punya
tempat, sekalipun itu hanya urusan lokal atau setempat, yang ada hanya
kebijakan pusat yang harus menjadi acuan bagi setiap pengambilan kebijakan
pemerintahan daerah.
Pola dan mekanisme yang dituangkan dalam undang-undang No. 32 Tahun 2004, dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dalam konteks ini yang dimaksudkan dengan asas otonomi dan tugas pembantuan adalah bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah itu sendiri dan dapat pula penugasan oleh pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/Kota dan desa atau penugasan dari pemerintah kabupaten Kota/Kota ke Desa.
Pola dan mekanisme yang dituangkan dalam undang-undang No. 32 Tahun 2004, dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dalam konteks ini yang dimaksudkan dengan asas otonomi dan tugas pembantuan adalah bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah itu sendiri dan dapat pula penugasan oleh pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/Kota dan desa atau penugasan dari pemerintah kabupaten Kota/Kota ke Desa.
Prinsip-prinsip
pemberian Otonomi Daerah dalam UU No.32 tahun 2004 adalah :
• Penyelengaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah.
• Penyelengaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah.
• Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan
peranan dan fungsi badan legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislatif,
fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
• Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan
konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan
Daerah serta antara Daerah Otonomi daerah kebanyakan dipahami sebagai hak,
wewenang dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun demikian
otonomi daerah tersebut lebih mengarah kepada kewajiban dibandingkan sebagai
hak.
Paradigma filosofis, kebijakan politis, dan peraturan
perundang-undangan mengenai sistem pemerintahan dan pemerintahan daerah khususnya, adalah
tiga dimensi yang bertalian erat satu sama lain, antara ketiganya ini sudah
semenjak tahun 1945 susul menyusul adanya, dalam rangka mencari satu format atau model pemerintahan dan otonomi daerah yang sesuai dengan
tuntutan perkembangan politik di Indonesia, baik dalam skala lokal, nasional, regional maupun
global.
Ketidakefektifan
otonomi daerah antara lain disebabkan oleh hal yang masuk tidak terkelola
secara baik,sehingga jasa yang dihasilkan tidak optimal.Aparat daerah kurang
memahami dan memanfaatkan lingkungan nilai-nilai dan sumber daya organisasi
akibat ketidaktanggapan dan kurang sensitifnya aparatur tersebut.Sedangkan
keterbatasan sumber daya aparatur di daerah dapat dilihat dari pendidikan
formal para pejabat struktural yang berperan sebagai pelaku pelaksana otonomi
daerah di lingkungan pemerintah maupun
daerah. Pembangunan di Indonesia saat ini
bersifat sentralis,artinya mengacu kepada pemerintahan pusat.Walaupun memiliki
keunggulan,tetapi juga memiliki kelemahan,karena itu pembangunan secara
sentralis sering kali mendapat kecaman dan kritikan dari berbagai
pihak.Menghadapi kecaman tersebut,beberapa pihak harus sepakat bahwa
pembangunan di Indonesia saat ini harus mengedepankan desentralisasi,dan
desentralisasi tersebut berwujud sebagai pengakuan otonomi daerah.
Agar
tidak mengulangi kesalahan yang sama dalam mengambil kebijakan pembangunan dan
meningkatan efektifitas otonomi daerah,maka pelaksanaan otonomi daerah perlu
memiliki strategi yang tepat.Untuk memiliki strategi yang tepat,setiap pihak
yang berkaitan dengan otonomi daerah harus memperhatikan fakta,lingkungan,serta
nilai dari sumber daya. Penyelenggaraan
pemerintah daerah sebagai subsistem pemerintahan negara dimaksudkan untuk
meningkatkan efektifitas dan efesiensi manajemen pemerintahan daerah dan
pelayanan masyarakat sebagai daerah otonom.Daerah memiliki kewenangan dan
tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip
keterbukaan,partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban masyarakat.
Tugas
otonom secara garis besar yaitu mengurangi beban pusat,meningkatkan
efesiensi,mendekatkan layanan masyarakat,sebagai cara membuat daerah maupun masyarakat menjadi
mandiri,Sepanjang proses pemandirian itu,diharapkan kemandirian itu ditandai
dengan mantapnya posisi dan peran daerah yang menciptakan masyarakat
hukum,lingkungan budaya,unit ekonomi.Dilihat dari aspek tersebut,kemandirian
adalah puncak tertinggi budaya otonomi daerah.Tetapi jika daerah dijadikan
sebagai subsistem politik,Maka puncak itu bukan untuk kemandirian saja,tetapi
juga sejauh mana daerah yang bersangkutan member sumbangan terhadap proses
persatuan bangsa.Ilmu hukum berusaha mengkaji kegiatan pemerintahan
daerah,sehingga daerah mampu menunjukkan jati diri,kemandirian,dan jati
dirinya.
Demikian
juga meneliti produk-produk hukum yang memungkinkan pemerintah daerah mampu
menjalankan peran maksimal dalam membantu masyarakat di daerah dalam
meningkatkan kesejahteraan. Menurut Naisbit (1994),otonomi daerah sarat
mengandung nilai pelimpahan wewenang pengurus sesuai dengan keinginan
masyarakat/pemerintah setempat.Namun di sisi lain terdapat kerja sama yang erat
antar organisasi atau pemerintahan yang bersangkutan dengan lingkungan
eksternalnya secara sinergis. Pemerintah dapat melaksanakan kegiatan otonomi
dalam berbagai bidang,sesuai dengan rencana pelaksanaan.Dan daerah memiliki
prinsip prinsip yang dihadapkan dengan situasi daerah tersebut.
II.II Tugas dan Wewenang gubernur dalam Pelaksanaan
Otonomi Daerah
Tugas
dan Wewenang Gubernur dalam pelaksanaan Otonomi Daerah dalam Undang - Undang
No.32 tahun 2004 pasal 37 :
1.Gubernur
yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintahan di wilayah
Provinsi yang bersangkutan.
2.Dalam
kedudukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Gubernur bertanggung jawab
kepada Presiden.
Dalam
pasal 38 :
Gubernur
memiliki Tugas Dan Wewenang :
1.Pembinaan
dan Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten / kota.
2.Koordinasi
penyelenggaraan urusan Pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten / kota.
3.Koordinasi
pembinaan dan pngawasan penyelenggaraan negara tugas pembantuan di daerah dan
kabupaten / kota.
4.Pendanaan
tugas dan wewenang gubernur dibebankan kepadan APBN.
5.Kedudukan
dan keuangan Gubernur diatur dalam Peraturan Pemerintah.
6.Tata
cara pelaksanaan tugas dan wewenang Gubernur diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Gubernur selaku wakil pemerintah
melakukan hubungan pembinaan dan pengawasan terhadap daerah kabupaten dan daerah
kota. Gubernur sebagai wakil
pemerintah di daerah pada
dasarnya adalah dalam rangka
pelaksanan asas dekosentrasi, yakni sebagai perekat antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dalam kedudukannya tersebut, Gubernur bertanggung jawab kepada
Presiden.Oleh
karena itu, otonomi daerah barulah menjadi fenomena sosial
yang tidak bermasalah jika asas dekosentrari diterima sebagai suatu kenyataan.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2010
memberikan kewenangan pada gubernur untuk menjatuhkan sanksi bagi bupati/wali
kota.Namun,tidak dapat diartikan gubernur berwenang dapat langsung memberhentikan
bupati/ wali kota karena sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, kepala daerah hanya dapat diberhentikan melalui usulan
DPRD. Gubernur belum bisa (berwenang) langsung memberhentikan bupati/ wali kota
karena tidak diatur dalam undang-undang. Hanya sanksi administrasi seperti
teguran, yang sifatnya mendidik yang bisa diberikan.
BAB
III
PENUTUP
III.I
Kesimpulan
- Pemerintah Daerah dan DPRD adalah penyelenggara pemerintahan daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
- Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan undang -undang No. 32 Tahun 2004.
- Ketidakefektifan otonomi daerah antara lain disebabkan oleh hal yang masuk tidak terkelola secara baik,sehingga jasa yang dihasilkan tidak optimal.Aparat daerah kurang memahami dan memanfaatkan lingkungan nilai-nilai dan sumber daya organisasi akibat ketidaktanggapan dan kurang sensitifnya aparatur tersebut.
- Pemerintah dapat melaksanakan kegiatan otonomi dalam berbagai bidang,sesuai dengan rencana pelaksanaan.Dan daerah memiliki prinsip prinsip yang dihadapkan dengan situasi daerah tersebut.
- Tugas dan Wewenang Gubernur dalam pelaksanaan Otonomi Daerah diatur dalam Undang - Undang No.32 tahun 2004 pasal 37 dan 38.
- Gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah pada dasarnya adalah dalam rangka pelaksanan asas dekosentrasi, yakni sebagai perekat antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
III.II Saran
- kegiatan otonomi daerah harus memiliki perwujudan tanggung jawab dalam arti konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi,berupa peningkatan serta kesejahteraan masyarakat yang semakin baik,pengembangan kehidupan demokrasi,keadilan,dan pemerataan,serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Pelaksanaan kegiatan otonomi daerah harus ditunjang oleh individu-individu yang berpendidikan.Dan dibutuhkan kejujuran dari petugas birokrasi dalam melaksanakan kegiatan Otonomi Daerah.
- Gubernur sebagai Kepala Daerah wilayah provinsi harus bersikap transparansi dan tidak bersifat otoriter dalam kegiatan otonomi daerah dan tidak bertentangan dengan Undang – Undang no.32 tahun 2004 pasal 28 .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar